cctv-gif

LOGO ATAS 2

Website Resmi Pengadilan Agama Ternate

Selamat datang di Website Resmi Pengadilan Agama Ternate. Anda Memasuki Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani
Website Resmi Pengadilan Agama Ternate

Zona Integritas Pengadilan Agama Ternate

Selamat datang di ZONA INTEGRITAS Pengadilan Agama Ternate Kelas 1A. Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Dapatkan pelayanan prima, Anti Korupsi, Suap dan Gratifikasi
Zona Integritas Pengadilan Agama Ternate

SIWAS

Aplikasi yang disediakan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, untuk melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia atau Peradilan dibawahnya.
SIWAS

e-Court

e-Court adalah layanan bagi pengguna terdaftar untuk pendaftaran perkara secara Online. Mendapatkan taksiran panjar biaya perkara, pembayaran secara Online, dan pemanggilan yang dilakukan secara elektronik. e-Filling (Pendaftaran perkara Online di Pengadilan) e-Payment (Pembayaran panjar biaya perkara Online) e-Summons (Pemanggilan pihak secara Online)
e-Court

SP4N LAPOR

Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) adalah Aplikasi Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional menggunakan aplikasi LAPOR! layanan penyampaian semua aspirasi dan pengaduan rakyat secara online yang terintegrasi dalam pengelolaan pengaduan secara berjenjang pada setiap Penyelenggara pelayanan publik
SP4N LAPOR

Jaminan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian

Jaminan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian

Program Prioritas Ditjen Badilag MA RI 2024

Program Prioritas Ditjen Badilag Tahun 2024
Program Prioritas Ditjen Badilag MA RI 2024

Written by Super User on . Hits: 1004

SAATNYA HAK ORANG LAIN DITUNAIKAN

Oleh : Djabir Sasole

Pemerhati masalah Hukum dan Sosial, tinggal di Ternate

"Shalat mengantarkanmu setengah jalan, puasa mengantarkanmu ke depan pintu Al-Malik (Sang Maha Raja), dan sedekah memasukkanmu ke hadapan-Nya."( Khalifah Umar bin Abdul Aziz)

Dua dari tiga etape Ramadhan telah kita lewati (rahmah dan magfirah). Kini kita berada pada etape ketiga, itqun minannar. Pada etapi ini,  mulai banyak perubahan. Tidak seperti pada etape pertama, pada etape ketiga ini kemeriahan jamaah sholat di mesjid dari yang semula shafnya penuh sesak, perlahan-lahan mulai maju ke depan. Tadarusan alqur’an mulai jarang terdengar, kalaupun ada tinggallah beberapa mesjid. Itupun dengan suara yang sudah mulai  parau tak bersemangat. Yang lebih terasa adalah dari corong dapur, aroma soda, telur dan mentega bercampur pewangi lainnya yang mulai menebar wangi, mengusik liur.

Dr. KH. Rusli Amin, dalam satu kesempatan ceramahnya pernah menggambarkan kondisi akhir Ramadhan dengan sebuah anekdot. Seorang imam bertanya kepada seorang anak ; “dimana ibumu, kenapa sudah jarang sholat di mesjid ?”. “Ibu lagi biking kue”, jawab anak itu. ”Terus dimana  bapak kamu ?”. jawab si anak, “bapak  ada jaga kue”. “Lantas  saudaramu yang lain ?”. Dengan polos anak itu menjawab : “dorang ada makan kue”. Mungkin inilah gambaran kebiasaan akhir Ramadhan kita.

Sudah menjadi tradisi dimana-mana, termasuk di daerah-daerah di Maluku Utara,  pada paruh terakhir Ramadhan, kaum ibu sudah mulai disibukkan dengan pernak-pernik dan kuliner persiapan lebaran ; membuat kue, perabot rumah baru dan sejenisnya. Tidak hanya itu, kaum bapak dan anak-anak pun mulai sibuk masuk mall dan pasar mencari pakaian, sepatu, sendal dan kebutuhan  lainnya untuk menyambut Ramadhan.

Salahkah tradisi kita ? Sama sekali tidak. Boleh jadi ini adalah ungkapan isyarat kemenangan kita yang akan lolos dalam perjalanan ujian selama sebulan. Niat kaum ibu untuk menjamu tamu adalah niat yang suci. Menyambut hari kemenangan dengan segala yang baru ; hiasan asesoris rumah, pakaian dan busana  yang baru adalah anjuran Nabi. Yang perlu kita ingat dan sadari adalah jangan sampai kita terlalu terlena ‘menatap ke atas’ dan lupa ‘menatap ke bawah’.  Pada saat kita mampu memenuhi segala kebutuhan kita dengan  mudah karena kita ‘memiliki’, tetapi pada saat yang sama ada saudara, kerabat, tetangga kita  yang mungkin untuk  sekedar  1 toples kue atau sepasang sendal anak pun susah.

Kita kadang lupa titah Allah,” bahwa di dalam apa yang kita miliki ada hak orang lain, baik mereka yang meminta maupun tidak meminta (az-Zariyat :51 ;19, al-Ma’arij :70 ;24-25)”. Kadang kita juga berfikir, bahwa dengan zakat fitrah sebesar 2,5 kg beras atau 25 ribu setiap jiwa yang kita serahkan ke mesjid atau ke tetangga sebelum 1 Syawal sudah melepaskan dan menggugurkan kewajiban ritual kita. Ya..., boleh jadi. Tetapi coba kita bertanya pada diri kita, seimbangkah apa yang kita makan, minum pakai dan kita hiasi istana kita dengan apa yang kita keluarkan ? Bagaimana dengan harta yang kita kumpul selama 1 tahun ini ? sudah kah bagian orang itu kita tunaikan ? Lalu dimana manfaat puasa kita secara horisontal ? jawabannya kembali pada masing-masing kita.

Sekali lagi untuk kita ingat, puasa bukan ibadah yang hanya berorientasi vertikal (teosentris), tetapi horizontal (antroposentris). Memaknai puasa secara teosentris (pahala bagi yang menjalankan dan dosa bagi yang meninggalkan) adalah pemaknaan sempit. Ajaran Islam memberikan isyarat kuat bahwa ibadah puasa juga memiliki orientasi yang berdimensi sosisal-psikologis yang bersifat empiris. Bahkan, dampak empirisasi dari ibadah ini sangat ditekankan, misalnya, seseorang dengan menjalankan puasa hendaknya akan memiliki pribadi yang jujur, hati yang lapang, senang berkorban untuk menolong sesama dan bisa menjaga  hati, mulut dan tangannnya untuk tidak menyakiti orang lain serta mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Ibadah puasa merupakan simbol komitmen bersama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mengajarkan kepekaan sosial, empati terhadap pelbagai persoalan yang menimpa orang lain. Ketika melihat orang lain terkena musibah, kita coba kembalikan pada diri kita, “andai musibah itu menimpa kita”. Sehingga apa yang mereka rasakan, akan sama yang kita rasakan. Inilah salah satu isyarat dari gambaran Nabi tentang  bagaimana seharusnya sense of loving, ‘rasa cinta’ seorang mukmin dengan mukmin lain yang disimbolkan dengan satu organ tubuh, dimana jika salah satu bagian tubuh sakit, maka bagian tubuh yang lain akan ikut merasakan.

Lantas bagaimana seharusnya kita mensikapi etape terakhir Ramadhan ini ?  Nampaknya kita perlu reintrospeksi tradisi kita selama ini. Sadar atau tidak, rupanya Ramadhan kita masih terlalu banyak kita hiasi dengan pengeluaran non produktif (konsumtif). Lihat saja, Mall, supermarket, pasar tradisional penuh sesak dengan pembelanja kebutuhan lebaran. Malah tak jarang sebagian masyarakat harus berutang ke sana ke mari, menggadaikan perhiasan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Realita ini menunjukan konsumerisme yang dipaksakan.

Dari realitas seperti ini, seolah ada yang tidak nyambung antara ibadah puasa dengan aktifitas ekonomi kita. Puasa pada dasarnya adalah al-imsak (menahan). Selama berpuasa, kita hanya makan dua kali sewaktu berbuka dan sahur. Itupun disuruh untuk tidak berlebihan.  Nyaris pada siang hari kita tidak ada  pengeluaran lainnya. Pada malam hari kita disibukkan dengan ibadah, apakah shalat tarawih, tadarrus Al-Qur'an dan sebagainya. Seharusnya dengan banyaknya kegiatan ini, pengeluaran ‘konsumtif’ kita selama Ramadhan akan berkurang. Selanjutnya, diharapkan "pengeluaran produktif" kita bertambah lewat instrument infaq, sadaqah dan pemberian karitatif lainnya. Ini pula filosofinya mengapa selama Ramadhan kita dianjurkan banyak bersedekah. Tetapi realitanya justru terbalik. Pengeluaran kunsumtif kita lebih besar dan tidak sebanding dengan pengeluaran produktif.

Nah.. melihat pengeluaran produktif kita, sekarang sudah waktunya kita merenung, bertanya pada diri kita, sudahkah hak-hak orang lain kita tunaikan ? Sebagai pegawai yang setiap bulan ‘panen’, petani coklat, vanili, kelapa, cengkeh yang sukses, kontraktor, peternak, pemilik real estet, hotel, pedagang dan berbagai profesi lainnya, apakah dalam setiap kita panen, sudah kita pisahkan hak orang yang memang bukan hak kita ?

Agama kita tidak mengenal konsep "sense of material belonging", rasa memiliki dunia atau materi. Islam mendidik umatnya untuk memiliki "sense to be entrusted", rasa diamanahi (al-takatsur : 102 ; 1-8). Cukuplah Firaun dan Qarun menjadi pelajaran berharga buat kita.

Ada beberapa hal yang perlu kita catat kembali untuk sekadar mengingatkan, agar harta yang kita peroleh tidak menyengsarakan kita. Pertama, harta yang kita miliki sesungguhnya milik Allah. Kita hanyalah pemegang amanah. Orang yang diberi kepercayaan oleh Allah untuk menjaga dan menikmatinya sesuai dengan kebutuhan, kemudian memberikan hak orang lain (an Nisaa ; 4 : 29).

Kedua, kita sesungguhnya bukan terminal dari harta kita. Sebaliknya kita hanya tempat transit. Oleh sebab itu jangan jadikan diri kita sebagai tempat terminal harta. Kita akan kesulitan sendiri dan akhirnya bisa celaka.

Ketiga, infaq dan sadaqah sesungguhnya adalah investasi bukan cost. Selama ini ada kecenderungan kita untuk memahami bahwa infaq dan sadaqah adalah cost (pengeluaran). Padahal kita yakin, bahwa apa yang kita keluarkan akan dibalas olehNya dengan balasan yang berlipat ganda. (al- Baqarah : 2 ; 261, al-A’raf : 7 ;16).  Ini janji dari sang pemberi rejeki.

Keempat, harta memiliki sunnatullah tersendiri. Ada yang masuk harus ada yang keluar. Jika sunnatullah ini dilanggar, maka akan mencelakakan manusia itu sendiri. Pintu keluarnya telah disiapkan Allah lewat zakat, infaq dan sadaqah (at-Taubah : 9 :103). Jika pintu keluar ini tidak ditempuh, maka harta itu akan keluar sendiri dengan caranya sendiri pula. Oleh sebab itu, jika kita mendapatkan musibah ; mobil ditabrak orang, dompet hilang, rumah kemalingan, penyakitpun datang, layak dan pantas kita merenung.  

Kalau ternyata apa yang kita peroleh belum bersih, maka kini saatnya kita tunaikan hak orang lain, agar harta menjadi bersih, jiwa menjadi tenang dan orang lain bisa merasakan keberkahan dari Ramadhan. Semoga kita tidak termasuk pada apa yang pernah dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib: "Barang siapa hanya berpikir untuk urusan perutnya, maka martabat dirinya sama dengan benda-benda yang keluar dari dalam perutnya itu”. #


                                                                                                            Ternate, 22 Agustus 2011

Catatan : Artikel ini telah dimuat pada harian Malut Post tanggal 27 Aguatua 2011

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Ternate

Jl. Tugu Makugawene, Kelurahan Kayumerah, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara

Tlp. 0921-3124945, Fax. 0921-3122980

Email : 

This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Instagram :

pa_ternate

Facebook : 

Pengadilan Agama Ternate

Tim IT Pengadilan Agama Ternate © 2022