PROSEDUR BERPERKARA PENGADILAN TINGKAT PERTAMA
CERAI GUGAT
A. Pendahuluan
Penggugat atau kuasanya mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (Pasal 118 HIR, 142 Rbg jo. Pasal 73 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009)
B. Pengajuan Gugatan
Gugatan diajukan :
CERAI TALAK
A. Pendahuluan
Pemohon atau kuasanya mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (Pasal 118 HIR, 142 Rbg jo.Pasal 66 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009)
B. Pengajuan Permohonan
Permohonan diajukan :
C. Isi Surat Gugatan/Permohonan
Isi surat gugatan/permohonan yang baik, secara umum harus memuat :
D. Perubahan Gugatan/Permohonan
Surat gugatan yang telah dibuat dapat dilakukan perubahan, dengan ketentuan :
E. Biaya Perkara
Membayar biaya perkara ( Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. jo Pasal 89 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989) melalui bank yang ditunjuk, kecuali yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo) [Pasal 237 HIR, 273 R.Bg.]
F. Kewajiban Pihak
Para pihak atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan surat panggilan pengadilan [Pasal 121,124,125, HIR, dan 145 R.Bg.]
G. Gugatan Akibat Perceraian
Gugatan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht) untuk CERAI GUGAT, atau diajukan setelah Ikrar Talak diucapkan untuk CERAI TALAK [Pasal 86 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989]
H. Anjuran
Gugatan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta bersama [Pasal 86 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989] sebaiknya tidak dikumulasi dengan gugatan perceraian sesuai dengan Surat Edaran Ketua Muda Urusan Lingkungan Pengadilan Agama Nomor : 17/TUADA.AG/IX/2009 tanggal 25 September 2009, akan tetapi diajukan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht) untuk CERAI GUGAT atau diajukan setelah ikrar talak diucapkan untuk CERAI TALAK.
I. Penanganan Dan Penyelesaian Perkara
Tahapan penanganan dan penyelesaian perkara :
- Pemeriksaan berkas perkara
- Perdamaian (Pasal 82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989) dan Mediasi Pasal 3 ayat (1) PERMA N0. 2 Tahun 2003 );
- Apabila tidak terjadi perdaian, pemeriksaan dilanjutkan dengan : Pembacaan Gugatan/ Permohonan, Jawab menjawab (replik, duplik,) dan gugatan rekonvensi (Pasal 132 huruf a HIR, 158 R.Bg.), pembuktian, kesimpulan, dan putusan.
- Putusan CERAI GUGAT yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diberikan AKTA CERAI.
- Putusan CERAI TALAK yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah melaksanakan pengucapan ikrar talak dalam sidang ikrar talak dapat diberikan AKTA CERAI.
- Untuk CERAI TALAK, Jika dalam tenggang waktu 6 bulan sejak ditetapkan sidang penyaaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan ikrar talak tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
J. Upaya Hukum
Apabila ada pihak yang tidak puas atas putusan Pengadilan Agama (Pengadilan Tingkat Pertama) dapat mengajukan upaya hukum sesuai ketentuan Undang-undang:
K. Prosedur Dan Proses Penyelesaian Perkara Lainnya
Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat/Pemohon :
L. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama
Pertama :
Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama/mahkamah syar’iyah dengan membawa surat gugatan atau permohonan.
Kedua :
Pihak berperkara menghadap petugas meja satu dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, sesuai dengan jumlah pihak dan arsip pengadilan.
Ketiga :
Petugas Meja Satu menaksir biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk nenyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada Pasal 182 yat (1) HIR, Pasal 89, Pasal 90 Undang-undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo. No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1989.
Catatan :
Keempat :
Petugas Meja Satu menyerahkan kembali salinan surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).
Kelima :
Pikah berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
Keenam :
Pemegang kas menyerahkan asli surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke Bank.
Ketujuh :
Pihak berperkara datang ke loket layanan bank yang ditunjuk dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.
Kedelapan :
Setelah berperkara menerima slip bank yang telah dipalidasi dari petugas layanan bank. Pihak berperkara menunjukan slip bank tersebut dan menyerahkan surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.
Kesembilan :
Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pikah berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pikah berperkara asli dan tindasan pertama surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.
Kesepuluh :
Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Dua surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah pihak ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM)
Kesebelas :
Petugas Meja Kedua mendaftarkan/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.
Keduabelas :
Petugas Meja Kedua meneyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.
Ketigabelas :
Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).
M. Pengambilan Sisa Panjar Biaya Perkara
Pertama :
Setelah Majelis Hakim membacakan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum, kemudian ketua Majelis membuat perincian biaya yang telah diputus dan diberikan kepada Pemegang Kas untuk dicatat dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara dan Buku Induk Keuang Perkara.
Kedua :
Pemohon/Penggugat selanjutnya menghadap kepada Pemegang Kas untuk menanyakan perincian penggunaan panjar biaya perkara yang telah dibayarkan, dengan memberikan informasi nomor perkaranya.
Ketiga :
Pemegang Kas berdasarkan Buku Jurnal Keuangan Perkara memberi penjelasan mengenai rincian penggunaan biaya perkara kepada Penggugat/Pemohon.
Cacatan : Apabila terdapat sisa panjar biaya perkaranya, maka Pemegang Kas membuatkan kwitansi pengembalian sisa panjar biaya perkara dengan menuliskan jumlah uang sesuai sisa yang ada dalam buku jurnal dan diserahkan kepada Penggugat/Pemohon untuk ditanda tangani. Kwitansi pengembalian sisa panjarbiaya perkara terdiri dari 3 (tiga) lembar:
Keempat :
Penggugat/Pemohon setelah menerima kwitansi pengembalian sisa panjar biaya perkara dan menanda tanganinya, kemudian menyerahkan kembali kwitansi tersebut kepada Pemegang Kas.
Kelima :
Pemegang Kas menyerahkan uang sejumlah yang tertera dalam kwitansi tersebut beserta tindasan pertama kwitansi kepada pihak Penggugat/Pemohon.
Catatan : Apabilan Penggugat/Pemohon tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan atau tidak mengambil sisa panjar pada hari itu, maka oleh Panitera melalui surat akan diberitahukan adanya sisa panjarbiaya perkara yang berlum ia ambil.
Dalam pemberitahuan tersebut diteranghkan bahwa bilamana Penggugat/Pemohon tidak mengambil dalam waktu 6 (enam) bulan, maka uang sisa panjar biaya perkara tersebut akan dikeluarkan dari Buku Jurnal Keuangan yang bersangkutan dan dicatat dalam buku tersendiri sebagai uang tak bertuan (1948 KUHPerdata), yang selanjutnya uang tak bertuan tersebut akan disetorkan ke Kas Negara.